Mempelajari sejarah terbentuknya Desa Nyawangan, maka tidak lepas dari legenda seorang tokoh, yang bernama “ KI AGENG SARIDONO”beserta istrinya “ NYI AGENG REMBEN. Beliau adalah seorag pelarian dari wilayah PONOROGO, yang melarikan diri ke wilayah Tulungagung, tepatnya yang sekarang ini menjadi Desa Nyawangan. Beliau adalah seorang prajurit, melarikan diri, karena kalah dalam medan perang, dan memilih melarikan diri daripada ditawan sebagai Prajurit taklukan.
Konon sesampainya di Desa Nyawangan beliau merasa sangat prihatin, atas keadaan yang ada, dimana kehidupan warga serba kekurangan, lahan pertanian pada kering dan tandus.
Melihat kondisi yang seperti ini, akhirnya Ki Ageng Saridono bersemedi, memohon petunjuk yang maha kuasa, dengan harapan ada petunjuk untuk membuat kehidupan yang lebih baik bagi warga Desa Nyawangan.
Dalam semedinya, beliau mendapatkan petunjuk agar beliau membuat sebuah saluran irigasi, yang biasa disebut dalam bahasa Jawa “ WANGAN’
Dalam pembuatan “ WANGAN “ ini, tidak seperti yang biasa dilakukan pada jaman sekarang, yaitu dengan memakai tenaga manusia ataupun dengan alat alat berat lainnya. Tetapi beliau membuat WANGAN ( saluran irigasi ) ini hanya dengan menggunakan Pusaka “TEKEN” ( Tongkat )
Pada suatu malam dengan dibantu Istrinya, “ NYI AGENG REMBEN”, pusaka Teken yang bernama “ JAYA WIGUNA “ tersebut ditarik, dari sebuah mata air, menuju area pertanian. Dengan ditariknya pusaka tersebut, maka terbentuklah sebuah WANGAN ( Saluran Irigasi ) yang seketika itu pula air telah mengalir diatasnya.
Waktu hampir menjelang pagi, ketika Ki Ageng Saridono telah mampu membuat wangan sepanjang kurang lebih 1.500 meter dari pusat air, yaitu lokasi yang sekarang bernama “ Tasen Tasen “ Tetapi pada tempat ini Ki Ageng Saridono dalam membuat wangan justru terhambat oleh sebuah lunguran (bukit ).
Akhirnya Ki Ageng Saridono dengan dibantu Istrinya Nyi Ageng Remben, menggunakan seluruh kesaktiannya, untuk memotong lunguran (bukit) tersebut. Ki Ageng Saridono menendang ( Njejek ) dengan kaki kanannya, sedang Nyi Ageng Remben mengibaskan selendangnya, dan seketika itu pula lunguran / bukit tersebut terpotong ditengah – tengahnya.
Dengan terpotongnya lunguran tersebut sehingga air dapat mengalir tanpa hambatan menuju area pertanian. Lunguran yang ditendang oleh ki Ageng Saridono tersebut berpindah sekitar 300 meter kearah Utara. membentuk sebuah bukit kecil, dan pada saat disebut dengan “ Dali – Dali “.
Pagi hari seusai pembuatan WANGAN oleh Ki Ageng Saridono ini, semua orang terkejut melihatnya. bahkan kabar adanya Wangan baru ini menyebar kemana mana, sehingga banyak orang yang datang untuk melihatnya. Dari sinilah akhirnya muncul kata NYANG – WANGAN. “NYANG” artinya pergi ke, “WANGAN” artinya “ saluran irigasi”. Nyangwangan, artinya pergi ke saluran air. Dan dari situlah akhirnya terbiasa dengan kata NYANGWANGAN, atau NYAWANGAN, yang kemudian sampai saat ini kata Nyawangan, digunakan sebagai nama sebuah Desa, yaitu “DESA NYAWANGAN”.